tentang 27 mEi

Waktu aku ngepost tulisan ini, ini adalah tanggal 27 Mei, yaitu tanggal dimana aku dulu lahir. Oleh orang-orang disekitarku dan juga disekitarmu, saat seperti ini disebut dengan: ulang tahun…

Oh, aku selalu ingat, di suatu hari diulang tahunku, tiga tahun lalu pagi jam 6 kurang sepuluh sebuah goncangan sekuat 5,9 skala richter membuatku terloncat dari tempat tidoer kamarkoe tempatku biasa tidur. Secepat kilat langsung kuhamburkan tubuhku ke luar rumah (mungkin itu sprint tercepat yang pernah kulakukan), bapakku sudah ada di luar, disusul ibu yang kebingungan mo keluar lompat pagar padahal pintu pagar terbuka lebar. Beberapa detik kemudian kusadar kalau rumah bagian depan retak besar sekali (boso jowonya “benthet parah”). Agung Pe’ong, tetanggaku yang tentara AU, dengan panik menjinjing sepedanya diantara reruntuhan tembok yang berserakan di jalan, lalu mengayuhnya lagi, dia mau mencari ibundanya tercinta yang lagi beli gudangan (nama makanan) di kampung sebelah. Lalu si Ganang P lewat bawa motor (tentunya setelah muter-muter cari jalan yang gak ketutup reruntuhan) dengan membawa Lik Suroso yang kepalanya berdarah. Pak Slamet yang tinggal di rumah tua di belakang rumahku meninggal tertindih tembok rumah yang dihuninya beberapa tahun terakhir dalam sepi. Adik perempuanku yang lagi praktek di Boyolali (dia sekolah perawat), diujung telepon kaya nangis karena barusan tadi waktu tak sms tentang situasi rumah dia langsung pengen pulang, tapi sampai Kartosuro semua bis jurusan Jogja katanya banyak yang balik lagi, dan ada isu kalo Klaten banjir bandang, beruntung di siang hari akhirnya dia bisa sampe rumah…

Goncangan itu ternyata sebuah goncangan dahsyat yang menewaskan ribuan orang, termasuk beberapa diantaranya orang-orang yang kukenal. Bencana alam yang biasanya hanya sesuatu yang jauh di luar sana, sesuatu yang hanya ada di TV dan koran, kini berkunjung di kampung halamanku.

Dan tiga tahun sudah berlalu, sekarang tentu kehidupan mesti berjalan seperti biasa. Tapi, gak ada salahnya kita kembali mengenang, mengingat kembali, karena ingatan akan sejarah itulah yang membuat manusia belajar dan bisa mengembangkan dirinya.. Dan aku juga masih ingat kalo malem harinya beberapa teman datang mengunjungiku dan beberapa hari setelah itu rombongan teman yang lebih besar dateng lagi mengunjungi rumah kami, ahai.., mereka datang membawa gurauan dan tentunya sumbangan…

Ah, sepenggal hari bernama ulang tahun…

Tulisan ini pernah saya post di sebuah milis, setaon lalu, diedit seperlunya dan sekenanya…

38 komentar pada “tentang 27 mEi”

  1. Smoga tidak lagi di tanggal yang sama dengan bencana yang sama atau bencanan yang lain, smoga hari ini adalah hari yang sangat indah dan menyenangkan…
    Oke coy…Happy B’Day tu You… 😛

  2. Rupanya ada yang berulang tahun disini, aduh saya kelupaan bawa kado, besok lagi yah 🙂 semoga panjang umur, banyak rezeki dan sehat selalu

  3. selamat panjang umur, sama-sama pas itu kita juga berlarian keluar rumah, tapi nggak bisa lari karena guncangane yang top markotop, pas keluar pintu eh sudah rampung…

    1. tetangga saya juga banyak yang bilang susah lari, tapi saya heran saya kok bisa lari dengan cepat, apa karena faktor langsing?

  4. semoga keberkahan sll ada di hari-hari mendatang…
    berkah…berkah…berkah… yg barokah… amiin

  5. Met ultah ya mas.

    Saya juga jd ingat waktu 3th lalu itu, saya ada jadwal pnerbangan Jogja-Bjm….dan batal krn gempa itu…
    panik ngabur kluar kos2an sambil pgangan dinding krn goyang banget, kyk jalan djembatan gantung gt…hehe…
    Semoga ga tjd lg y mas…

  6. Selamat ulang tahun mas Gubrixx..
    kado di hari ultah tiga tahun lalu itu pastinya sangat berkesan…buat pean.
    Mau kado apa lagi nih di tahun ini?
    apa minta yang lebih berkesan dari kado tiga tahun lalu itu? hihihi…

  7. Salam kenal, wah baru dateng ternyata pemiliknya lagi ulang tahun, selamat ulang tahun kalau begitu 🙂

    Butuh tempat buat menaruh link artikel/blog anda?

    gunakan Klipping untuk menyebarluaskan artikel blog anda.

  8. Oh ya, waktu gempa besar itu, saya juga merasakannya langsung karena saya waktu itu masih kuliah di UGM. Tapi karena ngantuk setelah begadang malam sebelumnya, saya memilih untuk tetap tidur saja. Hehe!

    Ternyata hidup mati memang di tangan Tuhan..

Tinggalkan komentar